Minggu, 29 November 2015

Filsafat Hukum “Deteksi pendapat ahli; Positivisme dan Post-Positivisme”



1.      Menurut Holmes hukum adalah apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
Holmes jatuh di paradigma Positivisme dengan set belief  Realisme naif dan word view Real dan dapat dipahami karena holmes dalam pemahamannya tidak berusaha untuk melihat ke balik fakta-fakta yang di observasi untuk mengetahui sebab utama makna ataupun esensi diputuskannya putusan dipengadilan. ia hanya menyatakan  hukum apa yang dikerjakan dan diputuskan dipengadilan. Sehingga fakta dan nilai dipisahkan secara kaku.

2.      Menurut John Austin hukum adalah Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.
John Austin jatuh di paradigma Positivisme dengan set belief  Realisme naif dan word view General, ini dapat dilihat dari pendapatnya “kepada warga rakyatnya” hal ini menyeluruh  hukum berlaku bagi setiap warga Negara, dan word view  deteministik “pihak berkuasa memiliki otoritas yang tinggi” hal ini berarti menentukan perintah itu keharusan karena otoritas penguasa tinggi, selain itu John tidak melihat ke balik peraturan-peraturan legislatif  yang timbul karena kekuasaan tersebut, yakni kepada proses pembentukannya, dan tanpa mempertimbangkan sikap-sikap atau nilai-nilai yudisial. Bahwa dalam memperlakukan pengaturan sebagai data hukum yang tersedia ia mengasumsikan kepastian dan kejelasan di dalam perturan yang sama sekali tidak jelas, dan bahwa ia tidak bias menanggulangi masalah hubungan yang kompleks antara peraturan dan kekuasaan  dari kalangan pejabat pembentuk regulasi hukum di dalam masyarakat kontemporer yang kompleks.

3.      Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. pencetus hukum progresif, hukum progresif adalah hukum yang melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Jadi tidak ada rekayasan atau keberpihakan dalam menegakkan hukum.
Prof . Tjip jatuh di paradigma Post-Positivisme  dengan set belief  Realisme kritis dan word view  mungkin saja dapat dipahami tetapi tidak sempurna karena terbatasnya mekanisme intelektual manusia, Sebab dapat dilihat dikata-kata ”pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum” dan  “membiarkan hukum itu mengalir saja” ini mengasumsikan bhwa keterbatasan intelektual manusia sehingga dibiarkan saja hukum mengalir dengan sendirinya, hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua rakyat. Hukum  progresif  bermakna hukum yang peduli terhadap kemanusiaan sehingga bukan sebatas dogmatis belaka. Secara spesifik hukum progresif antara lain bisa disebut sebagai hukum yang pro rakyat dan hukum yang berkeadilan. Progresifisme hukum mengajarkan bahwa hukum bukan raja, tetapi alat untuk menjabarkan dasar kemanusiaan yang berfungsi memberikan rahmat kepada dunia dan manusia. Dalam kata laini dimasukan unsure-unsur moral kedalamnya bukan sebatas Undang-Undang secara tertulis saja.

4.      Menurut Paul Scholten (G.J.Scholten, 1949: 298) hukum dapat dilihat dari segi yang kesemuanya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tetapi harus dipisahkan satu sama lain. Pertama metode yang melihat hukum sebagai perilaku dan pertimbangan manusia yang mencoba menjelaskan secara historis-sosiologis kenyataan berhubungan dengan fenomena-fenomena lain. Yang kedua adalah metode yuridis yang sesungguhnya yang melihat peraturan yang berlaku sebagai suatu kesatuan yang berarti yang dijelaskan dari dirinya sendiri. Metode terakhir tidak menanyakan bagaimana terjadinya hukum, tetapi “apakah hukum itu?” dan sekaligus menjawab pertanyaan “apa yang sah?”. Apakah dalam konkretonya dalam hubungan tertentu harus terjadi menurut hukum? Bukan causaal-genetis, tetapi logis-sistematis.          
Paul schotel jatuh di paradigma Post-Positivisme  dengan set belief Realisme kritis dan word view realitas diuji secara kritis guna dipahami sedekat mungkin  karena  metode yang menilai hukum yang menanyakan “apa hukum itu”, bisa juga “apa hukum itu seharusnya” dan ukurannya diterapkan pada hukum yang berlaku. Ia menanyakan tentang “hukumnya hukum” atau “keadilan”. Ini kenyataan yang dihadapi oleh banyak manusia menurutnya dan harus diuji atau difikirkan kembali makna sebenarnya yang mendorong pada kritisnya.
Konsep yang mengikuti pemikiran Paul Scolten yang memahami dengan unsur moral dalam hukum yang kehadirannya dirasakan secara langsung begitu saja. Oleh Scolten dimasukkan ke dalam kategori irrasional yang secara teknis disebut asas hokum. Pendapatnya  yang amat terkenal adalah hukum  itu ada dalam perundang-undangan tetapi masih harus ditemukan. Di situlah Scotlen mengemukakan teorinya tentang penemuan hukum yang didasari oleh pemahaman mengenai tata hukum sebagai suatu sistem yang terbuka. Dalam keyakinannya, Scolten mengatakan bahwa pada suatu saat asass hukum  itu sulit untuk ditarik dari perundang-undangan, tetapi tetap diyakini bahwa asas itu ada yang ruang linkupnya tidak hanya meliputi suatu bidang hukum tertentu, melainkan seluruh hukum secara tidak langsung menyelipkan moral didalamnya.




Referensi:
HukumOnline.com
Artikel tokoh-tokoh Hukum
Ali, Zainuddin. Filsafat Hukum, Sinar Grafika: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar